D-day
Pagi ini rumah mereka sangat tenang. Tak ada kegaduhan seperti hari-hari biasa dimana Wonwoo dan Mingyu sama-sama bersiap untuk pergi bekerja.
“Kamu beneran gak mau ikut ke kantor?”
“Males, mau dirumah aja.”
“Tapi aku khawatir kalau kamu dirumah sendiri.”
“Gapapa, sayang. Nanti kalo ada apa-apa aku langsung telfon kamu deh.”
”.....” “Aku telfon mama suruh nemenin kamu ya?”
“Gak mau. Mau sendirian di rumah.”
“Sayang...”
“Udah kamu berangkat sekarang, katanya ada meeting pagi?”
“Huh... yaudah, hati-hati ya.”
Setelah keningnya dikecup, Wonwoo benar-benar sendirian di rumah. Ingin menikmati hari sebagai orang hamil yang produktif.
Dimulai dengan ia yang mencoba untuk bersih-bersih rumah sendiri, lalu duduk di sofa untuk mengistirahatkan diri sambil mendengar musik classic.
Tapi pagi tenang itu harus terinterupsi oleh rasa sakit. Ia mulai merasakan kontraksi.
11.00 AM
Tentu ini belum masuk jam makan siang, tetapi Mingyu sudah kehilangan fokusnya.
“Pak, presentasinya sudah selesai.”
“O-oh, iya. Bisa ulangi bagian akhirnya?”
Begitulah tingkah Boss mereka hari ini. Membuat semua pegawainya bertanya-tanya apa yang ada di pikiran lelaki tampan itu.
Hingga jam makan siang datang, Mingyu tetap mengecek hpnya berulang kali. Kenapa Wonwoo tidak dapat dihubungi?
“Gyu, mau makan siang bareng gak?”
Pertanyaan Seokmin tak di indahkan. Nyatanya Mingyu masih saja memainkan telfon pintarnya, mendial nomor seseorang, hingga air wajahnya semakin terlihat khawatir, lantas mengambil kunci mobil dan menitipkan pesan kepada Seokmin.
“Seok, gue pulang dulu. Pertemuan nanti siang batalin aja ya.”
Setelah itu ia pergi meninggalkan kantor menuju rumahnya.
Saat sedang menunggu di lampu merah, sebuah panggilan masuk ke handphonenya. Menampilkan kontak Wonwoo disana.
“G-gyu, pu-pulang, perut aku—”
Panggilan terputus. Membuat panik Mingyu menjadi-jadi. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi untuk segera menemui sang suami.
6.00 PM Sekarang mereka sudah berada di ruang persalinan. Dimana Wonwoo sudah mengalami pembukaan sempurna dan berjuang untuk melahirkan.
Dengan suami yang setia menemani, ia berusaha sekuat mungkin untuk bertahan. Karena demi apapun, wajah Mingyu yang hampir menangis karena melihat Wonwoo yang terus meringis menjadi salah satu alasan ia masih terjaga.
Tapi nyatanya persalinan memakan waktu yang sedikit lebih lama.
7.00 PM Wonwoo tak dapat berpikir jernih, sudah 1 jam ia berusaha mengedan tapi bayinya tak kunjung keluar.
“Ayo dorong lagi, babynya udah keliatan loh, yang kuat ya pak, kasian baby nya kalo kelamaan di dalam, ayo pak dorong lagi ya.”
Ucapan dokter berusaha Wonwoo proses. Sakit yang dirasakan membuat tubuhnya benar lemas. Hanya dapat mengenggam tangan Mingyu kuat-kuat untuk menyalurkan rasa sakit yang diderita.
“Gyu, aku gak sanggup.” ucapnya lemah.
Mendengar itu membuat Mingyu tambah panik.
“Sayang, kamu pasti bisa. Kamu kuat. Sedikit lagi kita bisa ketemu baby. Tahan ya? Aku disini temenin kamu.”
Dengan tenaga yang tersisa, Wonwoo benar-benar berusaha untuk mengikuti instruksi dari Dokter.
Tak lama kemudian suara tangisan bayi terdengar. Membuat perasaan lega di kedua dada mereka yang resmi menjadi orang tua.
“Selamat, Pak, bayinya perempuan dan lahir dengan sehat.”
“Syukur— Hah?”