Last mission
“Nu, ayo ke lapangan.” Ajak Jihoon kepada Wonwoo yang sedang bermain game di handphone nya.
Saat ini mereka sedang ada kegiatan classmeeting di sekolah. OSIS memperbolehkan siapa saja yang ingin menampilkan bakatnya saat classmeeting sebagai acara hiburan disela-sela lomba lainnya.
“Gak mau, di kelas aja, bentar lagi penilaian lomba kebersihan kelas.” Tolak Wonwoo kepada Jihoon.
“Di lapangan ada yang mau tampil bakat loh, gak mau liat?”
“Enggak Ji, lagian pasti rame, gue males kalo banyak orang.”
“Gak usah sok ngartis.” Jeonghan menginterupsi keduanya, dengan tak sopannya ia menarik lengan Wonwoo.
Seperti dugaan, lapangan sekolah sangat ramai saat acara hiburan tiba. Entah apa yang dilihat oleh siswa siswi ini sehingga mereka sangat antusias, berbeda dengan Wonwoo yang berjalan ogah-ogahan menuju ke lapangan.
“Nu, Mingyu.” Seungkwan yang entah datang dari mana tiba-tiba menyenggol pundaknya dan menunjuk ke arah panggung, ada Mingyu dengan gitarnya sedang bersiap-siap untuk menyanyi.
“Loh, Mingyu bisa nyanyi?” tanya Wonwoo.
Suara mic yang diketuk membuat keadaan sedikit senyap.
“Ekhem, sebelumnya perkenalan dulu, gue Mingyu dari kelas Ipa 2, hari ini gue mau mempersembahkan sebuah lagu sebagai hadiah untuk seseorang. Seseorang yang beberapa bulan kebelakang selalu repot karena masalah yang gue kasih.”
Matanya mencari-cari keberadaan pemuda yang dimaksud.
Jeonghan menyenggol pundak Wonwoo, “Yang Mingyu maksud lo bukan?”
Wonwoo mengangkat pundaknya, “Gak tau.”
“Lagu ini untuk kembaran sahabat gue, anak Ipa 1 yang hidupnya jadi gak tenang gara-gara gue.” Lanjut Mingyu.
“Tuh kan bener buat lo!” ucap Jeonghan lagi.
Membuat Wonwoo bertanya-tanya apa kiranya yang akan lelaki itu perbuat. Feelingnya tak enak.
'Please jangan confess depan umum.'
“Yang tau lagunya nyanyi bareng ya.” Lagaknya sudah seperti seorang penyanyi band kondang.
Perlahan Mingyu mulai memainkan gitarnya.
Andai engkau tahu Bila menjadi aku Sejuta rasa di hati Lama telah kupendam Tapi akan kucoba mengatakan
“Suara Mingyu bagus juga, ya kan Nu?”
Saat Jeonghan menoleh ke samping, Wonwoo sudah tidak ada. Ia pergi menyelinap ke barisan belakang. Sialnya dewi fortuna tidak memihak kepada Wonwoo. Di sana ada Seokmin dan Joshua yang berdiri menghadangnya.
'Ku ingin kau menjadi milikku Entah bagaimana caranya Lihatlah mataku untuk memintamu 'Ku ingin jalani bersamamu Coba dengan sepenuh hati 'Ku ingin jujur apa adanya Dari hati
“Mau kemana?” tanya Seokmin saat melihat Wonwoo yang hendak kabur.
“Mau ke kelas, panas banget disini.”
“Kalau mau bohong cari alasan lain dong.”
Tubuhnya lagi-lagi ditarik ke dalam kerumunan. Kali ini Seokmin menyeretnya kebarisan paling depan, tepat dimana Mingyu dapat dengan jelas melihat Wonwoo.
“Seok, gue mau di belakang aja...”
Permintaannya tak diindahkan. Seokmin memaksa Wonwoo untuk melihat Mingyu yang sedang menatapnya tepat di mata.
Kini engkau tahu Aku menginginkanmu Tapi takkan kupaksakan Dan kupastikan Kau belahan hati Bila milikku
“Nu, gue mau tanya, jawab jujur tapi ya?”
Seokmin menoleh ke arah Wonwoo, tapi lawan bicaranya hanya menunduk menatap sepatu.
“Deg-degan gak?”
Tak dijawab. Bukan karena tak tau mau jawab apa, hanya malu untuk mengaku.
“Jangan kelamaan gantungin anak orang, nanti nyesel.”
'Ku ingin kau menjadi milikku Entah bagaimana caranya Lihatlah mataku untuk memintamu 'Ku ingin jalani bersamamu Coba dengan sepenuh hati 'Ku ingin jujur apa adanya
Suara sorakan memenuhi telinga. Mingyu turun dari panggung dan segera mencari Wonwoo, tapi ia tak menemukannya.
Tak lama sebuah pesan masuk ke handphonenya.
“Belakang sekolah.”
Dengan cepat Mingyu menghampiri Wonwoo. Jantungnya berdegub kencang, berharap bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaan.
“Nu..”
Mendengar suara Mingyu membuat Wonwoo menjadi salah tingkah.
“Si-sini, duduk.” ajak Wonwoo sambil menepuk kursi di sebelahnya.
Canggung. Mereka sibuk mengatur detak jantung masing-masing.
“Gimana lagu tadi?” tanya Mingyu membuka percakapan.
“Bagus.” Jawab Wonwoo singkat.
“Gitu doang?”
“Ah.. suara lo juga bagus.”
“Maksud gue tentang arti lagunya.”
“Hah? ga paham.”
Bohong. Mingyu tau Wonwoo mengerti maksudnya, hanya saja ia menghindar untuk mengerti.
Helaan nafas keluar dari mulut Mingyu, ia beranikan diri untuk menggenggam tangan Wonwoo yang menganggur di sisi tubuhnya.
“Nu, ayo pacaran.”
Sama seperti Mingyu, tangannya juga mendadak dingin. Ia sudah tau rencana Mingyu yang mengajaknya pacaran, tapi tetap saja ia terkejut.
“Pake aba-aba dong, Gyu... kaget.”
“Aba-abanya yang tadi di panggung. Lo nya aja yang ga peka.”
Mingyu mengeratkan genggaman tangannya, “Jadi gimana?”
“Ayo.” jawab Wonwoo sambil membalas genggaman tangan Mingyu.
“Ayo... apa?”
“Ayo pulang. Bel nya udah bunyi.” “Sekalian pacaran.”
“Hah?” Mingyu bingung mendengar jawaban Wonwoo.
“Ayo. Masih mau duduk?”
“Bentar. Jadi pacaran kan?” Sekali lagi Mingyu ingin memastikan bahwa ia tidak salah tangkap.
“Kalo lo berdiri sekarang kita pacaran.”
Dengan cepat Mingyu berdiri, menarik Wonwoo untuk kembali ke lapangan. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi Wonwoo benar-benar menyesal dengan keputusannya sendiri.
“WOY GUE UDAH JADIAN SAMA WONWOO!”
Mingyu yang saat ini sudah mendapatkan pujaan hatinya, berteriak di tengah lapangan saat jam pulang sekolah. Dimana anak-anak baru saja keluar kelas sambil membawa tas masing-masing.
Ya, Mingyu menjadi pusat perhatian. Lagi.
“Udah dibilang jangan bikin onar. GAK JADI PACARANNYA!”
“Eh, Nu? Mau kemana? Tunggu!”